Jumat, 14 Desember 2018

Mengenal Suku Kamoro - Papua

Mengenal Lebih Dalam Suku Kamoro



Sepintas Tentang Papua

Papua adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Nugini bagian barat atau west New Guinea. Papua juga sering disebut sebagai Papua Barat karena Papua bisa merujuk kepada seluruh pulau Nugini termasuk belahan timur negara tetangga, east New Guinea atau Papua Nugini. Papua Barat adalah sebutan yang lebih disukai para nasionalis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Provinsi ini dulu dikenal dengan panggilan Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973, namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No 21/2001 Otonomi Khusus Papua. Pada masa era kolonial Belanda, daerah ini disebut Nugini Belanda (Dutch New Guinea).

Asal kata Irian adalah Ikut Republik Indonesia Anti-Netherland. Kata Papua sendiri berasal dari bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asli. Pada tahun 2004, disertai oleh berbagai protes, Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Irian Jaya Barat yang sekarang menjadi Provinsi Papua Barat.

Suku Kamoro - Kabupaten Mimika





Sensus penduduk yang dilakukan BPS pada tahun 2010 menyebutkan bahwa ada sekitar 466 suku bangsa yang berada di Papua. Dari jumlah tersebut, artinya hampir 35 persen suku bangsa yang ada di Indonesia berada di Papua.


Di antara ratusan suku bangsa tersebut, salah satu suku yang berada di Papua adalah Suku Kamoro. Suku ini mungkin tak terlalu asing ketika kita menyebut tentang Papua. Keberadaan suku yang masih menerapkan pola hidup semi-nomaden ini mulai sering menjadi bahan kajian, diskusi, maupun project sebuah kebijakan.

Suku Kamoro adalah salah satu suku yang berada di Papua. Tinggal di wilayah pesisir selatan Papua, di Kabupaten Mimika, dengan luas areal sekitar 250 km membentang mulai Sungai Otakwa di sisi timur hingga mendekati Potowai Buru di sisi barat. Sebagai masyarakat semi-nomaden, orang Kamoro tinggal di tiga ekosistem, hutan hujan tropis, rawa-rawa bakau dan daerah muara yang kaya akan sumber makanan.

Suku Kamoro kaya akan ragam budaya, antara lain kegiatan menganyam oleh kaum wanita, mengukir oleh kaum pria, nyanyian, tarian, cerita legenda dan ritual ‘karapao’ yang masih diselenggarakan hingga saat ini

Asal-Usul dan Sejarah Suku Kamoro




Setiap suku pasti memiliki asal-usulnya masing-masing. Biasanya, cerita tentang asal usul mereka diturunkan secara turun-temurun. Cerita dari generasi ke generasi berikutnya, akhirnya menjadi sebuah legenda atau mitos. Jika setiap suku yang kita jumpai memiliki cerita tentang asal-usulnya, demikian halnya masyarakat Kamoro juga memiliki cerita mitos asal-usul.


Nama Kamoro secara mitologis, berasal dari mitos Wua Nani (Kamoro). Dikisahkan bahwa suatu hari, ditemukan sebutir telur yang kemudian menetas menjadi seekor Komodo. Hewan ini melahap seluruh penduduk kampung, kecuali seorang ibu bernamaMbirokoteya, yang sedang mengandung. Bayi yang lahir dari kandungan sang ibu tersebut diberi nama Mbirokoteyau. Setelah anak itu bertumbuh besar, ia berhasil membunuh komodo tersebut. Penggalan daging komodo itu kemudian dilemparkan ke empat penjuru. Daging pertama dilemparkan ke arah timur sambil berteriak, “Umurumel”. Bagian inilah yang kemudian menjadi orang Asmat dan Merauke. Daging kedua dilemparkan ke arah barat sambil berteriak “Komorowe” , artinya “Jadilah bagian ini sebagai orang Kamoro”


Faktor Demografi 


Suku Kamoro adalah kelompok adat yang mendiami wilayah sepanjang 300 Km, pesisir pantai selatan Papua, di kawasan ujung timur Indonesia. Jumlah penduduk suku Kamoro sekitar 18.000 jiwa, terbagi dalam ±40 kampung. Sekitar 1.500 penduduk Kamoro tinggal di berbagai lokasi transmigrasi sekitar kota Timika. Tanah Kamoro dimulai dari Teluk Etna di sebelah barat, dan menyatu ke arah timur di kawasan Jita, sebuah kelompok etnis yang masih bersaudara, yang juga berpartisipasi dalam acara tahunan festival Kamoro sering disebut “Kamoro Kakuru”. Tanah Jita berbatasan dengan daerah Asmat. Ketiga kelompok etnis tersebut membentuk keluarga bahasa Kamoro-Asmat, dan beberapa ciri kebudayaan seperti patung Mbitoro suku Kamoro dan Bisj suku Asmat, keduanya merupakan ukiran-ukiran besar yang melambangkan para leluhur yang baru saja meninggal dunia

Orang Kamoro memiliki ciri-ciri fisik seperti, wanita dan pria rata-rata memiliki postur tubuh yang tinggi dan tegap karena keadaan alam (di pesisir pantai), warna kulit hitam, hidung mancung dan rambut keriting.

Ø        Bahasa

Pada umumnya, bahasa yang dipakai oleh masyarakat Melanesia terdiri dari dua macam, yaitu Austronesia dan Non-Austronesia. Bahasa Non-Austronesia merupakan bahasa yang umumnya dipakai di daerah Papua.
Dari segi bahasa, suku Kamoro bersaudara dengan suku Asmat, yang tinggal di sebelah timur dan terkenal karena kesenian mereka. Suku Asmat dan suku Kamoro, sebelumnya dikenal sebagai orang Mimika-merupakan perbatasan barat laut pantai selatan New Guinea, mereka menggunakan bahasa daerah non-Austronesia sebagai bahasa budaya. Penduduk asli suku Kamoro sendiri, memiliki satu bahasa bersama dan terbagi dalam banyak ciri kebudayaan

Ø        Mata Pencaharian

Orang Kamoro tidak mengenal sistem pertanian sehingga mereka kembali kepada kehidupan mereka sebagai nelayan dan hidup berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain (nomaden). Mereka memiliki semboyan, yaitu 3S(sungai,sampan,sagu). Sungai merupakan salah satu arus utama aktivitas suku Kamoro, sehingga mereka membutuhkan sampan untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
Rasa sosial yang begitu kuat, membuat masyarakat Kamoro selalu berbagi dengan sesamanya. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kamoro sehari-hari, mereka  biasanya melakukan aktivitas seperti :
-       Memangkur sagu (amata wapuru)
-       Melaut (menangkap hasil laut)
-       Meramu

Ø  Makanan Khas

Berbagai makanan khas masyarakat Suku Kamoro antara lain adalah Tambelo (ko), Sagu (amata), Ulat sagu (koo) , Siput (omoko), Karak

Ø         Pakaian

Pakaian adat atau tradisional suku kamoro dibuat dari kulit peura (sejenis pohon genemo) yang disebut waura. Waura digunakan untuk laki-laki yang dipakai sebagai cawat disebut tapena. Ada juga yang terbuat dari daun sagu yaitu tauri, mono dan piki. Tauri biasa digunakan oleh ibu-ibu. Mono yaitu daun sagu yang dikupas, ditumbuk, dicuci yang kemudian dipakai. Sedangkan piki biasa digunakan oleh bapak-bapak, ibu-ibu dan anak-anak sebagai kain sarung.

Ø   Agama

      Pada awalnya, orang Kamoro menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Namun setelah masuknya agama Katolik pada tahun 1928 yang dibawa oleh seorang pastor, masyarakat Kamoro mulai mengenal agama. Oleh sebab itu, sebagian besar masyarakat Kamoro memeluk agama Kristen Katolik dan sebagian kecilnya menganut agama Kristen Protestan, tetapi ada juga masyarakat yang masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme dan hal itu masih berlanjut hingga saat ini.

   Ø     Adat Istiadat Suku Kamoro

Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Demikian halnya, dengan masyarakat suku Kamoro. Perkawinan mempunyai arti yang sangat mendalam, tidak hanya bagi individu yang kawin, tetapi juga lebih dari itu menyangkut harga diri, kehormatan, martabat keluarga atau kerabat. Karena itu, perkawinan tidak lepas dari peranan keluarga atau kerabat.

   Ø  Perkawinan

            Adat perkawinan suku Kamoro berbeda dengan adat perkawinan suku amungme.  Menurut adat perkawinan suku Kamoro pihak orang tuagadislah yang menentukan dan meminang calon permai pria. Penentuan calonmempelai pria tanpa memperhitungkan apakah sebelumnya kedua calon mempelai ada hubungan cinta kasih atau tidak. Adapun syarat-syarat untuk menentukan pilihan calon mempelai pria adalah sebagai berikut :

1.      Rajin bekerja;
2.      Berbudi baik dan bertanggung jawab; dan
3.      Diperkirakan sanggup memelihara anaknya.

     Apabila ketiga syarat tersebut telah terpenuhi maka orang tua calon mempelai wanita meminang calon mempelai pria dengan  membawa  sagu dan ikan. Kemudian  terjadilah  musyawarah antar kedua orang tua untuk merencanakan hari pernikahan dan pesta perkawinan yang disebut baiya mukata.
      Dalam baiya mukata pihak wanita membawa 1) tikar yang disebut utamuruk, 2) alat-alat pemangkur sagu yaitu wapuri, wee (penapis sagu) dan yamari (pembolak balik sagu).  Saat kedua mempelai dipertemukan yamari dipegang oleh kedua ibu mempelai dan ditarik sehingga terbagi dua. Pada saat yamari terbagi dua itulsh pernikahan sah hukumnya. Namun sebagai responden menyatakan bahwa saat kedua mempelai dipertemukan, maka ukuma menarik tubuh kedua mempelai sehingga tubuh kedua mempelai saling berhimpit sampai kedua pusarnya bersentuhan. Pada saat kedua pusar mempelai bersentuhan itulah perkawinan sah hukumnya.
      Persoalan perceraian menurut adat suku Kamoro diperiksa dan diputus oleh ukuma. Perceraian terjadi jika suami tidak rajin bekerja atau istri bermain serong. Anak hasil perkawinan mereka biasanya mengikuti  ayahnya.

Kebudayaan dan Kepribadian

Suku Kamoro merupakan salah satu suku di Kabupaten Mimika Papua atau sekarang dikenal dengan nama Irian Jaya. Suku Kamoro adalah suku yang cukup terkenal, dan memiliki daya tarik akan kebudayaannya yang unik salah satunya dalam seni ukir patung.

Warisan budaya yang telah dilestarikan sejak zaman nenek moyang dari suku Kamoro yang masih terjaga, karena mereka sangat berpegang teguh akan harta yang sarat nilai ini yaitu kebudayaan suku Kamoro.

Di daerahnya suku Kamoro adalah kelompok adat yang mediami sepanjang persisir selatan Papua di kawasan ujung timur Indonesia. Dari segi bahasa, suku Kamoro masih bersaudara dengan suku Asmat.

Karena keahlian yang dimiliki dan hasil karya ukirannya yang memesona itu,  suku Kamoro menjadi banyak dikenal di dunia.  Karya ukir suku ini telah tersebar di beberapa negara, seperti Meksiko, Belanda, Brazil, dan negara-negara lainnya. Dalam tradisinya, semakin bagus ukiran, maka semakin tinggi pula derajat pembuatnya.

Tingkat kemampuan intelektual suku kamoro dapat disebut masih kurang. Suku kamoro merayakan upacara adat sehingga dengan begitu suku maroko tidak menyerang sesame dan dekat antar sesama.

Suku kamoro mempunyai seni ukir yang cukup tinggi nilainya. Motif-motif seni ukir didasarkan pada pengalaman sejarah. Mbitoro merupakan ukir-ukiran khas suku Kamoro yang menjadi dasar dari jenis ukir-ukiran. Ote kapa adalah seni ukir yang berbentuk tongkat dan biasanya di gunakan oleh orang yang sudah lanjut usia. Yamate adalah seni ukir yang dibuat dari beberapa tingkat sesuai dengan tingkat tinggi orang yang memakainya. Biasanya dibuat empat tingkat yang semuanya bermotif bagian- bagian tubuh buaya.

Dengan budaya mengukir yang ada di suku kamoro kita dapat melihat bahwa suku ini mempunyai jiwa seni yang tinggi dan mungkin memiliki kesabaran yang lumayan tinggi.
Suku ini sangat menjaga keasrian dari budaya yang berasal dari adat suku mereka. Mereka akan menjaga kebudayaan tersebut dan mewariskannya kepada anak cucu mereka nantinya. Hal ini terlihat dari rumah adat mereka. Rumah adat merupakan tempat yang dipakai oleh anak-anak remaja dan juga anak-anak kecil agar bisa bersikap secara dewasa dan menjaga kelestarian yang ada pada beragam adat kebudayaan yang ada di suku asli Kamoro ini.


Sumber: 
http://temorandrio.blogspot.com/2014/11/suku-bangsa-kamoro-papua.html
http://namasayaaprilia.blogspot.com/2015/06/suku-papua-suku-kamoro-suku-asli-timika.html
http://threeswanto.blogspot.com/2015/06/suku-kamoro-papua-bab-i-pendahuluan.html

Yoseph Ikikitaro, 2004, Ritus Inisiasi Karapao Suku Komoro dan Relevansinya Bagi Ritus Sakramen Inisiasi Kristen (Suatu Tinjauan Antropologis-Teologis). Jayaputa; STFT Fajar Timur. (Skripsi), hal. 9


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 PEMBUATAN PROJEK RUMAH      Dalam pembuatan projek rumah, kita menggunakan blender untuk membuat bangunannya serta materialnya. Kita menggu...